Sabtu, Agustus 08, 2009

BID’AH DAN NIAT BAIK

Oleh
Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi Al-Atsari



Ketika sebagian orang melakukan bid’ah, mereka beralasan bahwa amal mereka dilakukan dengan niat yang baik, tidak bertujuan melawan syari’at, tidak mempunyai pikiran untuk mengoreksi agama, dan tidak terbersit dalam hati untuk melakukan bid’ah ! Bahkan sebagian mereka berdalil dengan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Sesungguhnya segala amal tergantung pada niat” [Muttafaq Alaihi]

Untuk membentangkan sejauh mana tingkat kebenaran cara mereka menyimpulkan dalil dan beberapa alasan yang mereka kemukakan tersebut, kami kemukakan bahwa kewajiban seorang muslim yang ingin mengetahui kebenaran yang sampai kepadanya serta hendak mengamalkannya adalah tidak boleh menggunakan sebagian dalil hadits dengan meninggalkan sebagian yang lain. Tetapi yang wajib dia lakukan adalah memperhatiakn semua dalil secara umum hingga hukumnya lebih dekat kepada kebenaran dan jauh dari kesalahan. Demikianlah yang harus dilakukan bila dia termasuk orang yang mempunyai keahlian dalam menyimpulkan dalil.

Tetapi bila dia orang awam atau pandai dalam keilmuan kontemporer yang bukan ilmu-ilmu syari’at, maka dia tidak boleh coba-coba memasuki kepadanya, seperti kata pepatah : “Ini bukan sarangmu maka berjalanlah kamu!”.

Adapun yang benar dalam masalah yang penting ini, bahwa sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Sesunnguhnya segala amal tergantung pada niat” adalah sebagai penjelasan tentang salah satu dari dua pilar dasar setiap amal, yaitu ikhlas dalam beramal dan jujur dalam batinnya sehingga yang selain Allah tidak meretas ke dalamnya.

Adapun pilar kedua adalah, bahwa setiap amal harus sesuai Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti dijelaskan dalam hadits, “Barangsiapa yang mengerjakan suatu amal yang tidak ada keterangannya dari kami maka dia tertolak”. Dan demikian itulah kebenaran yang dituntut setiap orang untuk merealisasikan dalam setiap pekerjaan dan ucapannya.

Atas dasar ini, maka kedua hadits yang agung tersebut adalah sebagai pedoman agama, baik yang pokok maupun cabang, juga yang lahir dan yang batin. Dimana hadits : “Sesungguhnya segala amal tergantung pada niat” sebagai timbangan amal yang batin. Sedangkan hadits “Barangsiapa yang mengerjakan suatu amal yang tidak ada keterangannya dari kami maka dia tertolak” sebagai tolak ukur lahiriah setiap amal.

Dengan demikian, maka kedua hadits tersebut memberikan pengertian, bahwa setiap amal yang benar adalah bila dilakukan dengan ikhlas karena Allah dan mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang keduanya merupakan syarat setiap ucapan dan amal yang lahir maupun yang batin.

Oleh karena itu, siapa yang ikhlas dalam setiap amalnya karena Allah dan sesuai sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was allam, maka amalnya diterima, dan siapa yang tidak memenuhi dua hal tersebut atau salah satunya maka amalnya tertolak. [1]

Dan demikian itulah yang dinyatakan oleh Fudhail bin Iyadh ketika menafsirkan firman Allah : “Supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya” [2] Beliau berkata, ‘Maksudnya, dia ikhlas dan benar dalam melakukannya. Sebab amal yang dilakukan dengan ikhlas tetapi tidak benar maka tidak akan diterima. Dan jika dia benar, tetapi tidak ikhlas maka amalnya juga tidak diterima. Adapun amal yang ikhlas adalah amal yang dilakukan karena Allah, sedang amal yang benar adalah bila dia sesuai dengan Sunnah Rasulullah” [3]

Al-Alamah Ibnul Qayyim berkata [4], “Sebagian ulama salaf berkata, “Tidaklah suatu pekerjaan meskipun kecil melainkan dibentangkan kepadanya dua catatan. Mengapa dan bagaimana ? Yakni, mengapa kamu melakukan dan bagaimana kamu melakukan ?

Pertanyaan pertama tentang alasan dan dorongan melakukan pekerjaan. Apakah karena ada interes tertentu dan tujuan dari berbagai tujuan dunia seperti ingin dipuji manusia atau takut kecaman mereka, atau ingin mendapatkan sesuatu yang dicintai secara cepat, atau menghindarkan sesuatu yang tidak disukai dengan cepat ? Ataukah yang mendorong melakukan pekerjaan itu karena untuk pengabdian kepada Allah dan mencari kecintaan-Nya serta untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala ?

Artinya, pertanyaan pertama adalah, apakah kamu mengerjakan amal karena Allah, ataukah karena kepentingan diri sendiri dan hawa nafsu?

Adapun pertanyaan kedua tentang mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam pengabdian itu. Artinya, apakah amal yang dikerjakan sesuai syari’at Allah yang disampaikan Rasul-Nya? Ataukah pekerjaan itu tidak disyari’atkan Allah dan tidak diridhai-Nya?

Pertanyaan pertama berkaitan dengan ikhlas ketika beramal, sedangkan yang kedua tentang mengikuti Sunnah. Sebab Allah tidak akan menerima amal kecuali memenuhi kedua syarat tersebut. Maka agar selamat dari pertanyaan pertama adalah dengan memurnikan keikhlasan. Sedang agar selamat dari pertanyaan kedua adalah dengan mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mengerjakan setiap amal. Jadi amal yang diterima adalah bila hatinya selamat dari keinginan yang bertentangan dengan ikhlas dan juga selamat dari hawa nafsu yang kontradiksi dengan mengikuti Sunnah”.

Ibnu Katsir dalam tafsirnya (I/231) berkata, “Sesungguhnya amal yang di terima harus memenuhi dua syarat. Pertama, ikhlas karena Allah. Kedua, benar dan sesuai syari’at. Jika dilakukan dengna ikhlas, tetapi tidak benar, maka tidak akan diterima”.

Pernyataan itu dikuatkan dan dijelaskan oleh Ibnu Ajlan, ia berkata, “Amal tidak dikatakan baik kecuali dengan tiga kriteria : takwa kepada Allah, niat baik dan tepat (sesuai sunnah)” [5]

Kesimpulannya, bahwa sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamn, “Sesungguhnya segala amal tergantung pada niat” itu maksudnya, bahwa segala amal dapat berhasil tergantung pada niatnya. Ini adalah perintah untuk ikhlas dan mendatangkan niat dalam segala amal yang akan dilakukan oleh seseorang dengan sengaja, itulah yang menjadi sebab adanya amal dan pelaksanaannya. [6]

Atas dasar ini, maka seseorang tidak dibenarkan sama sekali menggunakan hadits tersebut sebagai dalil pembenaran amal yang batil dan bid’ah karena semata-mata niat baik orang yang melakukannya!

Dan penjelasan yang lain adalah, bahwa hadits tersebut sebagai dalil atas kebenaran amal dan keikhlasan ketika melakukannya, yaitu dengan pengertian, “Sesungguhnya segala amal yang shalih adalah dengan niat yang shalih”

Pemahaman seperti ini sepenuhnya tepat dengan kaidah ilmiah dalam hal mengetahui ibadah dan hal-hal yang membatalkannya.

Dan diantara yang menguatkan bahwa diterimanya amal bukan hanya karena niat baik orang yang melakukannya saja, tetapi harus pula sesuai dengan Sunnah adalah hadits sebagai berikut.

“Artinya : Bahwa seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Apa yang Allah kehendaki dan apa yang engkau kehendaki”. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya, “Apakah kamu menjadikan aku sebagai tandingan bagi Allah? Tetapi katakanlah : “Apa yang dikehendaki Allah semata” [7]

Niat baik dan keikhlasan hati sahabat yang agung ini tidak diragukan. Tetapi ketika ucapan yang keluar darinya bertolak belakang dengan manhaj Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam akidah dan bertutur kata, maka Rasulullah mengingkari seraya mengingatkan kesalahannya dan menjelaskan yang benar tanpa melihat niatnya yang baik.

Hadits tersebut [8] adalah pokok dalil dalam sub kajian ini.

[Disalin dari kitab Ilmu Ushul Al-Fiqh Al-Bida’ Dirasah Taklimiyah Muhimmah Fi Ilmi Ushul Fiqh, edisi Indonesia Membedah Akar Bid’ah,Penulis Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari, Penerjemah Asmuni Solihan Zamakhsyari, Penerbit Pustaka Al-Kautsar]
__________
Foote Note
[1]. Bahjah Qulub Al-Abrar : 10 Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di
[2]. Al-Mulk : 2
[3]. Hilyatu Auliya : VIII/95, Abu Nu’aim. Dan lihat Tafsir Al-Baghawi V/419, Jami’ul Al-Ulum wal Hikam : 10 dan Madarij As-Salikin I/83
[4]. Mawarid Al-Aman Al-Muntaqa min Ighatshah Al-Lahfan : 35
[5]. Jami Al-Ulum wal Hikam : 10
[6]. Lihat Fathul bari : I/13 dan Umdah Al-Qari : I/25
[7]. Hadits hasan, lihat takhrijnya dalam risalah saya : At-tasfiyah wat-tarbiyyah : 61
[8]. Dan hadist lain yang seperti itu masih banyak.


Sumber: www.almanhaj.or.id

ANTARA ADAT DAN IBADAH

Oleh
Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi Al-Atsari



Ini adalah sub kajian yang sangat penting yang membantah anggapan orang yang dangkal akal dan ilmunya, jika bid’ah atau ibadah yang mereka buat diingkari dan dikritik, sedang mereka mengira melakukan kebaikan, maka mereka menjawab : “Demikian ini bid’ah ! Kalau begitu, mobil bid’ah, listrik bid’ah, dan jam bid’ah!”

Sebagian orang yang memperoleh sedikit dari ilmu fiqih terkadang merasa lebih pandai daripada ulama Ahli Sunnah dan orang-orang yang mengikuti As-Sunnah dengan mengatakan kepada mereka sebagai pengingkaran atas teguran mereka yang mengatakan bahwa amal yang baru yang dia lakukan itu bid’ah seraya dia menyatakan bahwa “asal segala sesuatu adalah diperbolehkan”.

Ungkapan seperti itu tidak keluar dari mereka melainkan karena kebodohannya tentang kaidah pembedaan antara adat dan ibadah. Sesungguhnya kaidah terseubut berkisar pada dua hadits.

Pertama : Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Barangsiapa melakukan hal yang baru dalam urusan (agama) kami ini yang tidak ada di dalamnya, maka amal itu tertolak”.

Hadits ini telah disebutkan takhrij dan syarahnya secara panjang lebar.

Kedua : Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam peristiwa penyilangan serbuk sari kurma yang sangat masyhur.

“Artinya : Kamu lebih mengetahui tentang berbagai urusan duniamu”

Hadits ini terdapat dalam Shahih Muslim (1366) dimasukkan ke dalam bab dengan judul : “Bab Wajib Mengikuti Perkataan Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam Dalam Masalah Syari’at Dan Yang Disebutkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Tentang Kehidupan Dunia Berdasarkan Pendapat”, dan ini merupakan penyusunan bab yang sangat cermat

Atas dasar ini maka sesungguhnya penghalalan dan pengharaman, penentuan syari’at, bentuk-bentuk ibadah dan penjelasan jumlah, cara dan waktu-waktunya, serta meletakkan kaidah-kaidah umum dalam muamalah adalah hanya hak Allah dan Rasul-Nya dan tidak ada hak bagi ulil amri [1] di dalamnya. Sedangkan kita dan mereka dalam hal tersebut adalah sama. Maka kita tidak boleh merujuk kepada mereka jika terjadi perselisihan. Tetapi kita harus mengembalikan semua itu kepada Allah dan Rasul-Nya.

Adapun tentang bentuk-bentuk urusan dunia maka mereka lebih mengetahui daripada kita. Seperti para ahli pertanian lebih mengetahui tentang apa yang lebih maslahat dalam mengembangkan pertanian. Maka jika mereka mengeluarkan keputusan yang berkaitan dengan pertanian, umat wajib mentaatinya dalam hal tersebut. Para ahli perdagangan ditaati dalam hal-hal yang berkaitan dengan urusan perdagangan.

Sesungguhnya mengembalikan sesuatu kepada orang-orang yang berwenang dalam kemaslahatan umum adalah seperti merujuk kepada dokter dalam mengetahui makanan yang berbahaya untuk dihindari dan yang bermanfaat darinya untuk dijadikan santapan. Ini tidak berarti bahwa dokter adalah yang menghalalkan makanan yang manfaat atau mengharamkan makanan yang mudharat. Tetapi sesungguhnya dokter hanya sebatas sebagai pembimbing sedang yang menghalalkan dan mengharamkan adalah yang menentukan syari’at (Allah dan Rsul-Nya), firmanNya.

“Artinya : Dan menghalalkan bagi mereka segala hal yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala hal yang buruk” [Al-Araf : 157] [2].

Dengan demikian anda mengetahui bahwa setiap bid’ah dalam agama adalah sesat dan tertolak. Adapun bid’ah dalam masalah dunia maka tiada larangan di dalamnya selama tidak bertentangan dengan landasan yang telah ditetapkan dalam agama [3]. Jadi, Allah membolehkan anda membuat apa yang anda mau dalam urusan dunia dan cara berproduksi yang anda mau. Tetapi anda harus memperhatikan kaidah keadilan dan menangkal bentuk-bentuk mafsadah serta mendatangkan bentuk-bentuk maslahat.” [4]

Adapun kaidah dalam hal ini menurut ulama sebagaimana dikatakan Ibnu Taimiyah [5] adalah : “Sesungguhnya amal-amal manusia terbagi kepada : Pertama, ibadah yang mereka jadikan sebagai agama, yang bermanfaat bagi mereka di akhirat atau bermanfaat di dunia dan akhirat. Kedua, adat yang bermanfaat dalam kehidupan mereka. Adapun kaidah dalam hukum adalah asal dalam bentuk-bentuk ibadah tidak disyari’atkan kecuali apa yang telah disyariatkan Allah. Sedangkan hukum asal dalam adat [6] adalah tidak dilarang kecuali apa yang dilarang Allah”.

Dari keterangan diatas tampak dengan jelas bahwa tidak ada bid’ah dalam masalah adat, produksi dan segala sarana kehidupan umum”.

Hal tersebut sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Mahmud Syaltut dalam kitabnya yang sangat bagus, Al-Bid’ah Asabbuha wa Madharruha (hal. 12 –dengan tahqiq saya), dan saya telah mengomentarinya sebagai berikut, “Hal-hal tersebut tiada kaitannya dengan hakikat ibadah. Tetapi hal tersebut harus diperhatikan dari sisi dasarnya, apakah dia bertentangan dengan hukum-hukum syari’at ataukah masuk di dalamnya”.

Di sini terdapat keterangan yang sangat cermat yang diisyaratkan oleh Imam Syathibi dalam kajian yang panjang dalam Al-I’tisham (II/73-98) yang pada bagian akhirnya disebutkan, “Sesungguhnya hal-hal yang berkaitan dengan adat jika dilihat dari sisi adatnya, maka tidak ada bid’ah di dalamnya. Tetapi jika adat dijadikan sebagai ibadah atau diletakkan pada tempat ibadah maka ia menjadi bid’ah”.

Dengan demikian maka “tidak setiap yang belum ada pada masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan juga belum ada pada masa Khulafa Rasyidin dinamakan bid’ah. Sebab setiap ilmu yang baru dan bermanfaat bagi manusia wajib dipelajari oleh sebagian kaum muslimin agar menjadi kekuatan mereka dan dapat meningkatkan eksistensi umat Islam.

Sesungguhnya bid’ah adalah sesuatu yang baru dibuat oleh manusia dalam bentuk-bentuk ibadah saja. Sedangkan yang bukan dalam masalah ibadah dan tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah syari’at maka bukan bid’ah sama sekali” [7]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al-Qawa’id An-Nuraniyah Al-Fiqhiyah (hal. 22) berkata, “ Adapun adat adalah sesuatu yang bisa dilakukan manusia dalam urusan dunia yang berkaitan dengan kebutuhan mereka, dan hukum asal pada masalah tersebut adalah tidak terlarang. Maka tidak boleh ada yang dilarang kecuali apa yang dilarang Allah. Karena sesungguhnya memerintah dan melarang adalah hak prerogratif Allah. Maka ibadah harus berdasarkan perintah. Lalu bagaimana sesuatu yang tidak diperintahkan di hukumi sebagai hal yang dilarang?

Oleh karena itu, Imam Ahmad dan ulama fiqh ahli hadits lainnya mengatakan, bahwa hukum asal dalam ibadah adalah tauqifi (berdasarkan dalil). Maka, ibadah tidak disyariatkan kecuali dengan ketentuan Allah, sedang jika tidak ada ketentuan dari-Nya maka pelakunya termasuk orang dalam firman Allah.

“Artinya : Apakah mereka mempunyai para sekutu yang mensyari’atkan untuk mereka agama yang tidak dizinkan Allah?” [Asy-Syuraa : 21]

Sedangkan hukum asal dalam masalah adat adalah dimaafkan (boleh). Maka, tidak boleh dilarang kecuali yang diharamkan Allah.

“Artinya : Katakanlah. Terangkanlah kepadaku tentang rezki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal. ‘Katakanlah, ‘Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) ataukah kamu mengada-adakan saja terhadap Allah?” [Yunus : 59]

Ini adalah kaidah besar yang sangat berguna. [8]

Yusuf Al-Qaradhawi dalam Al-Halal wal Haram fil Islam (hal.21)berkata, “Adapun adat dan muamalah, maka bukan Allah pencetusnya, tetapi manusialah yang mencetuskan dan berinteraksi dengannya, sedang Allah datang membetulkan, meluruskan dan membina serta menetapkannya pada suatu waktu dalam hal-hal yang tidak mendung mafsadat dan mudharat”.

Dengan mengetahui kaidah ini [9], maka akan tampak cara menetapkan hukum-hukum terhadap berbagai kejadian baru, sehingga tidak akan berbaur antara adat dan ibadah dan tidak ada kesamaran bid’ah dengan penemuan-penemuan baru pada masa sekarang. Dimana masing-masing mempunyai bentuk sendiri-sendiri dan masing-masing ada hukumnya secara mandiri.

[Disalin dari kitab Ilmu Ushul Al-Fiqh Al-Bida’ Dirasah Taklimiyah Muhimmah Fi Ilmi Ushul Fiqh, edisi Indonesia Membedah Akar Bid’ah,Penulis Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari, Penerjemah Asmuni Solihan Zamakhsyari, Penerbit Pustaka Al-Kautsar]
__________
Foote Note
[1]. Maksudnya ulama dan umara
[2]. Ushul fil Bida’ was Sunan : 94
[3]. Ini batasan yang sangat penting, maka hendaklah selalu mengingatnya!
[4]. Ushul fil Bida’ was Sunan : 106
[5]. Al-Iqtidha II/582
[6]. Lihat Al-I’tiham I/37 oleh Asy-Syatibi.
[7]..Dari ta’liq Syaikh Ahmad Syakir tentang kitab Ar-Raudhah An-Nadiyah I/27
[8]. Sungguh Abdullah Al-Ghumari dalam kitabnya “Husnu At-Tafahhum wad Darki” hal. 151 telah mencampuradukkan kaidah ini dengan sangat buruk, karena menganggap setiap sesuatu yang tidak terdapat larangannya yang menyatakan haram atau makruh, maka hukum asal untuknya adalah dipebolehkan. Dimana dia tidak merincikan antara adat dan ibadah. Dan dengan itu, maka dia telah membantah pendapatnya sendiri yang juga disebutkan dalam kitabnya tersebut seperti telah dijelaskan sebelumnya.
[9]. Lihat Al-Muwafaqat II/305-315, karena di sana terdapat kajian penting dan panjang lebar yang melengkapi apa yang ada di sini.

Sumber: www.almanhaj.or.id

MENIMBANG PERNYATAAN BEBAS MEMILIH AGAMA

Oleh
Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan



Muncul di tengah kita pemikiran yang menyatakan bahwa semua agama sama. Hingga akhirnya, orang pun memiliki hak kebebasan untuk menentukan agamanya, berpindah-pindah keyakinan, bahkan menciptakan agama baru, dan seterusnya. Pernyataan yang juga diusung kaum liberal ini, kemudian dihubungkan pula dengan dalih hak asasi manusia dan kebebasan dalam memeluk suatu agama dan kepercayaan

Bagaimanakah sesungguhnya kebenaran pernyataan ini? Berikut ini kami angkat risalah Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan. Kami terjemahkan dari Kitab Al-Bayan Li Akhtha'i Ba'dhil-Kuttab, Cetakan Darubnil-Jauzi (2/66-68). Semoga bermanfaat.

Sesungguhnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penutup para nabi. Tidak ada nabi setelah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, hingga haru kiamat.

“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi…”[Al-Ahzab : 40]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Dan aku merupakan penutup para nabi, tidak ada nabi setelahku” [HR Tirmidzi]

Syari’at beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga merupakan penutup syari’at. Tidak ada syari’at yang menyamainya, dan tidak ada syari’at baru setelahnya hingga hari kiamat.

Allah berfirman.

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam” [Ali-Imran : 19]

“Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi” [Ali-Imran : 85]

Islam, artinya menyerahkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan mentauhidkan dan tunduk kepadaNya dengan mentaatiNya, dan berlepas diri dari kesyirikan serta pelakunya. Islam dengan makna seperti inilah yang dibawa semua rasul. Jadi, Islam ialah mentauhidkan Allah, mentaati para rasulNya, dan mengamalkan syari’at yang diberlakukan pada zamannya. Aqidah para nabi itu satu (sama), yaitu mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sedangkan syariatnya berbeda-beda, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan syariat yang sesuai dengan masanya.

“Untuk tiap-tiap umat di antara kami, Kami berikan aturan dan jalan yang terang” [Al-Ma’idah : 48]

“Bagi taip-tiap masa ada kitab (yang tertentu). Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan disisiNya-lah terdapat Ummul kitab (Lauh Mahfudz)’[Ar-Ra’d : 38-39]

Apabila suatu syari’at sudah dihapus, maka wajib mengamalkan syari’at baru yang menghapusnya. Tidak boleh mengamalkan syariat yang telah dihapus. Karena mengamalkan yang telah dihapus bukan ibadah, tetapi hanya mengikuti hawa nafsu dan setan. Dan syari’at Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan penghapus bagi semua syari’at terdahulu. Karena itu, wajib mengamalkannya dan meninggalkan syari’at lainnya, karena semua sudah terhapus.

Syari’at Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini mencakup semua yang bisa memberi kebaikan kepada manusia, di setiap tempat dan segala keadaan.

“Pada hari ini, telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-ku, dan telah Aku ridhai Islam itu menjadi agamamu” [Al-Maidah : 3]

Yang dimaksud dengan kalimat “Islam” dalam ayat ini, ialah dien (agama) Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena setelah pengangkatan beliau sebagai Rasul. Istilah Islam digunakan pada syari’at yang dibawa Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai utusan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada semua manusia.

“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya” [Saba’ : 28]

“Katakanlah :”Hain manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua…” [Al-A’raf : 158]

Oleh karena itu, seseorang yang tetap bertahan dengan agama-agama terdahulu, seperti Yahudi dan Nasrani atau lainya, berarti ia menjadi orang yang ingkar kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena tidak berada di atas agama yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk diikuti, yaitu agama Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Hai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu: [Al-Maidah : 67]

Setelah itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim surat kepada para raja di muka bumi untuk mengajanya masuk Islam, mengikuti beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan membebankan atas mereka tanggung jawab ittiba’ jika mereka tetap kufur. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengirim para utusan ke pelbagai penjuru dunia.

Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa sallam mengirim Mu’adz bin Jabal ke Yaman, seraya bersabda.

“Engkau akan mendatangi sebagian kaum Ahli Kitab, maka hendaklah yang pertama kali engkau dakwahkan, ialah syahadat Lailaha Illallah dan Muhammad itu Rasulullah” [Al-Hadits]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam

“Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka Jahannam. Dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya” [At-Taubah : 73]

Maka, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bergegas melaksanakan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memimpin tentara dan membentuk pasukan untuk berjihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kemudian para sahabat setelah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan jihad ini, sehingga berhasil menaklukkan dunia bagian timur dan barat. Dan agama Allah memperoleh kemenangan, meskipun orang-orang musyrik membenci.

Sehingga, berdasarkan uraian di atas, maka perkataan “bebas memilih agama” merupakan perkataan bathil. Perkataan ini akan mengakibatkan terhapusnya syariat jihad fi sabilillah, padahal Allah Azza wa Jalla berfirman.

“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi, dan (sehingga) agama itu hanya untuk Allah belaka” [Al-Baqarah : 193]

Juga memiliki konsekwensi, tidak perlu dikirimkan Rasul dan diturunkan Kitab untuk memerintahkan (manusia) beribadah kepada Allah Azza wa Jalla semata. Juga berarti, tidak boleh membunuh orang murtad yang diperintahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar dibunuh, (sebagaimana) dalam sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Orang yang menggantikan agamanya, maka bunuhlah dia” [HR Al-Bukhari]

Yang melontarkan perkataan ini, hanyalah golongan penganut ‘wihdatul-wujud’ . Mereka berpendapat bahwa semua yang disembah ialah Allah Azza wa Jalla Maha Tinggi Allah dari ucapan mereka. Perkataan ini kemudian bertemu dengan perkataan orang-oran musyrik ketika diperintahkan oleh para nabi mereka untuk beribadah kepada Allah Azza wa Jalla semata dan meninggalkan semua sesembahan yang lain, mereka berkata.

“Dan mereka berkata : “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) ilah-ilah kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwaa’, Yaghuts, ya’uq dan Nasr” [Nuh : 23]

“Mengapa ia menjadikan ilah-ilah itu ilah yang satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan” [Shad : 5]

Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)” [Al-Baqarah : 256]

Yang dijadikan pegangan oleh para pengusung pendapat ini tanpa alasan yang haq, maka ayat tersebut tidak seperti yang mereka inginkan.

Al-Iman Ibnu Katsir rahimahullah berkata :
Allah Azza wa Jalla berfirman : “Maksudnya surat Al-Baqarah ayat 256 yaitu, kalian jangan memaksa seseorang untuk memasuki Islam”

Maksudnya sangatlah jelas, tidak perlu memaksa seseorang masuk Islam. Akan tetapi, orang yang diberi petunjuk Allah Azza wa Jalla, dan dilapangkan dadanya untuk menerimanya, serta hatinya disinari, maka ia akan masuk Islam. Sedangkan orang yang dibutakan mata hatinya, pendengaran dan penglihatannya ditutup oleh Allah Azza wa Jalla, maka tidak ada gunanya memaksanya masuk Islam. Para ulama menyebutkan ayat ini turun pada sekelompok orang Anshar, meskipun hukum ayat ini bersifat umum.

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata :
Sebagian ulama berpendapat, pengertian ayat ini dibawakan kepada para ahli kitab dan orang yang mengikuti agama mereka sebelum terjadi perubahan dan pergantian. Jika mereka sudah membayar jizyah (artinya, orang kafir yang telah membayar jizyah ini, jangan dipaksa masuk Islam, -red). Sementara itu, sebagian ulama lainnya mengatakan, bahwa ayat ini telah dimansukh (dihapus hukumnya dan diganti,-red) dengan ayat yang memerintahkan untuk berperang, dan wajib mendakwahi semua umat manusia agar masuk ke dalam agama Islam yang lurus ini. Jika ada di antara manusia yang tidak mau masuk Islam, tidak mau tunduk kepadanya, dan juga tidak mau membayar jizyah, maka ia diperangi sampai terbunuh. Selesai perkataan Ibnu Katsir rahimahullah

Syaikh Abdur Rahman As-Sa’diy mengatakan, dalam firman Allah Azza wa Jalla surat Al-Baqarah ayat 256 ini, sebagai penjelasan mengenai kesempurnaan agama ini. Karena kesempurnaan bukti-buktinya, kejelasan ayat-ayatnya, juga karena keberadaan Islam itu sebagai agama (yang sesuai dengan) akal, ilmu, fitrah, hikmah, agama kebaikan dan yang mengadakan perbaikan, agama yang haq dan agama petunjuk. Karena kesempurnaannya ini, juga karena diterima oleh fithrah, maka tidak perlu memaksa manusia masuk Islam. Karena pemaksaan itu ada hanya pada sesuatu yang tidak disenangi hati, bertentangan dengan hakikat dan kebenaran, atau pda sesuatu yang tidak jelas bukti dan tanda-tandanya.

Jika tidak demikian, maka orang yang telah sampai padanya dien ini lalu dia menolaknya, tidak menerimanya, maka itu dikarenakan oleh pembangkangannya. Karena sudah jelas perbedaan antara petunjuk dan kesesatan. Sehingga, tidak ada alasan dan argumen menolak Islam.

Makna ini, tidak bertentangan dengan banyak ayat yang menyerukan kewajiban jihad. Karena Allah Azza wa Jalla mewajibkan jihad, supaya semua dien (agama) itu hanya untuk Allah Azza wa Jalla, juga untuk menghalau kezhaliman para pelakunya. Dan kaum muslimin sepakat, bahwa jihad itu tetap ada bersama dengan pemimpin yang baik dan zhalim. Itu termasuk yang difardhukan secara terus menerus, jihad melalui ucapan ataupun perbuatan.

Jadi jelas, maksud firman Allah surat Al-Baqarah ayat 256, bukan membiarkan manusia tetap berada di atas agama kekufuran, kesyirikan ataupun menyimpang, karena Allah Azza wa Jalla menciptakan makhluk agar mereka beribadah kepada-Nya semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” [Adz-Dzariyat : 56]

Baragsiapa yang tidak mau beribadah kepada Allah Azza wa Jalla, maka orang itu diperangi, sehingga semua agama (ketaatan, -red) itu hanya untuk Allah Azza wa Jalla [1]

Demikianlah, kita memohon kepada Allah agar Dia menujukkan kepada kita kebenaran itu sebagai kebenaran, dan memberikan kepada kita kekuatan untuk mengikutinya, serta menujukkan kepada kita kebathilan itu sebagai sebuah kebathilan dan memberikan kekuatan untuk menjauhinya

[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XI/1428H/2007M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Almat Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183. telp. 0271-5891016]
_________
Footnotes
[1]. Dan hal ini tentu dengan memperhatikan syarat-syarat dan adab-adabnya sebagaimana dijelaskan oleh para ulama. Seperti harus adanya kemampuan dan telah sampainya dakwah kepada mereka. Wallahu a’lam. (-red)


Sumber: www.almanhaj.or.id

Jumat, Maret 27, 2009

ProfilQ (Muhammad Yusuf bin Sahabuddin bin Umar)

Asalamu 'Alaikum Wr.Wb,
Salam kenal buat seluruh teman-teman yang kebetulan mampir di blog saya. semoga artikel-artikel yang dimuat di blog ini bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan bagi anda. apa yang saya muat di blog ini bertujuan untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan sekaligus ingin menjalin silaturrahim dengan teman-teman lainya. untuk planning sementara, blog ini ingin diisi dengan artikel-artikel seputar biologi,IT/TI (teknologi informasi) dan agama islam (untuk tujuan da'wah).
Alhamdulillah, atas karunia ilmu dari Allah swt sehingga saya dapat memanfaatkan ilmu ini untuk membuat blog serta artikel di dalamnya yang semua itu tidak lain untuk saling berbagi ilmu dan dapat menjalin tali silaturrahim dengan para pengunjung (beh, seriusnya deh).btw, saya adalah salah seorang mahasiswa (angkatan 2006) yang sedang menempuh pendidikan di Universita Tadulako. Saya mengambil jurusan P.MIPA Prodi P.Biologi. wah, kalau saya ingat kembali waktu awal-awal mau masuk perguruan tinggi, belum pernah terlintas dipikiranQ untuk memilih jurusan ini karena memang hobiQ lebih cenderung ke komputer jadi yang ada dibenakQ hanya ingin masuk STIMK (perguruan komputer). namun karena keinginan orang tua,jadi saya ikut apa keinginan ortu sajalah untuk memilih jurusan yang fokus untuk jadi guru (tentunya FKIP). Karena itulah saya memilih Prodi P.Biologi karena dari MAN (sederajat SMA) saya pilih jurusan IPA. Kenapa bukan Matematika, Fisika atau Kimia?saya rasa anda sudah tahu jawabannya. Saya sadar kekurangan saya yang lemah dalam hal "hitung-hitungan tingkat tinggi". Jadi, dari pada nantinya jadi mahasiswa abadi/kambing tua/muka tua, lebih baik bermain aman sajalah. Eh, nggak taunya sampai di Biologi rupanya masih ketemu juga dengan mata pelajaran yang keramat ini. bayangkan saja saya yang lemah menghitung ini tiba-tiba harus berhadapan 1 lawan 2+1 (Matematika&Fisika+Kimia). Anda mungkin bisa membayangkan sedahsyat apa pertarungan kami. Saya dibuat babak belur disemester satu sampai-sampai saya tidak banyak waktu tidur selama sebulan lebih karena membuat laporan dari masing-masing mata kuliah tersebut (kecuali Matematika). untungya disemester 6 ini mata kuliah berhitung ini sudah mulai "bersahabat" karena tidak disibukkan dengan turunan-turunan yang memberikan efek jera. tentu anda heran mengapa tulisan yang ditandai dengan warna kuning di atas dipisah 2+1(Matematika&Fisika+Kimia)?mengapa tidak sekalian diketik 3 saja?ini karena mata kuliah kimia saya anggap lebih bersahabat daripada fisika dan matematika. namun tidak lebih bersahabat dari biologi.
Di Jurusan yang saya jalani sekarang ini, saya mendapatan banyak pengalaman yang berharga sekaligus menyenangkan karena sering keluar kota untuk praktek lapangan. Foto di bawah ini diambil ketika lagi praktikum lapangan di daerah Danau Lindu. kebetulan ada bule langsung saja saya "tahan" untuk berfoto bersama teman-teman lain dan juga kakak senior.
Bagaimana? menyenangkan bukan?hal itu mungkin menyenangkan bagi anda yang berjiwa petualang. kalau dilihat foto di atas, sepertinya menggambarkan perbedaan postur badan antara bule dengan penduduk pribumi indonesia, he...he...
sebagai penutup, bagi anda yang ingin kenalan (menjalin hubungan persaudaraan) dengan saya, bisa mengirimkan e-mail ke muh_yusuf12@yahoo.co.id. Insya Allah akan dibalas e-mailnya.

Selasa, Maret 17, 2009

KARBOHIDRAT


KARBOHIDRAT

Karbohidrat tersebar luas, baik dalam jaringan binatang, maupun dalam jaringan
tumbuh-tumbuhan. Pada tumbuh-tumbuhan hijau, karbohidrat dihasilkan melalui proses
fotosintesis yaitu:
Dalam tumbuh-tumbuhan karbohidrat mencakup selulose yang merupakan rangka tumbuh-tumbuhan serta pati dari sel tumbuh-tumbuhan. Pada sel-sel binatang, karbohidrat terdapat dalam bentuk glukosa dan glikogen yang berperan sebagai sumber energ yang penting. Karbihidrat dapat dioksidasi menjadi energi, misalnya glukosa dalam sel jaringan manusia dan binatang. Fermentasi karbohidrat oleh ragi atau mikroba lain dapat menghasilkan CO2, alkohol, asam organik dan zat-zat organik lainya. Dari reaksi yang terjadi dalam fotosintesis dapat dihitung energi yang dihasikan per gram karbohidrat, yaitu umumnya dari setiap molekul heksosa akan dihasilkan kalori sebanyak 675 Kcal. Dari pengukuran dengan menggunakan calorimeter, pembakaran sempurna 1 gram heksosa sedarhana menjadi CO2 dan H2O akan menghasilkan 675/180 = 3,75 Kcal. Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi manusia. Hampir 80% dari kalori yang didapat oleh tubuh manusia terutama bangsa-bangsa di Asia Tenggara berasal dari karbohidrat. Walaupun jumlah kalori yang dihasilkan oleh 1 gram karbohidrat haya 4 kalori, namun bila dibanding dengan protein dan lemak, karbohidrat merupakan sumber kalori yang murah. Selain daripada itu ada beberapa golongan karbohidrat yang menghasilkan serat-serat yang berguna bagi pencernaan. Karbohidrat juga mempunyai peranan yang penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya dalam hal rasa, warna, tekstur dan lain-lain.
Sumber karbohidart yang terutama adalah biji-bijian dan umbi-umbian. Misalnya kandungan pati dalam beras adalah 78, 3%, dalam jagung 72,4%, dalam singkong 34,7% serta dalam talas adalah 40%. Di Indonesia sumber karbohidrat yang merupakan makanan pokok diberbagai daerah yang terbanyak adalah beras dan jagung. Pada hewan, karbohidrat terdapat dalam bentuk glikogen yang disimpan dalam jaringan-jaringan otot dan sebagai cadangan dalam hati.
Terdapat tiga golongan utama karbohidrat yaitu monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida ( kata “sakarida” diturunkan dari bahasa Yunani yang berarti gula). Berikut ini akan dijelaskan mengenai masing-masing golongan dari karbohidrat.
a. Monosakarida atau gula paling sederhana, terdiri dari hanya satu unit polihidroksi aldehida atau keton. Monosakarida tidak dapat dihidrolisis menjadi bentuk yang lebih sederhana lagi. Rumus umum monosakarida adalah: CnH2mOn (n = m atau m – 1). Gulagula sederhana ini dapat dibagi lagi menjadi triosa, tertrosa, pentose, heksosa, atau tergantung dari jumlah, atom karbon yang dimilikinya. Atau menjadi aldosa atau ketosa, tergantung pada gugus aktif yang terikat padanya apakah aldehida atau keton.
b. Oligosakarida (bahasa Yunani oligos, “sedikit”) terdiri dari rantai pendek unit
monosakarida yang digabungkan bersama-sama oleh ikatan kovalen. Oligisakarida
terbentuk dari 2 – 10 unit molekul monosakarida. Gul yang termasuk pada golongan ini
adalah: (1) disakarida, yaitu sakarida yang terbentuk dari 2 molekul monosakarida
seperti sukrosa (glufru), maltosa (glu-glu), latosa ( glu-gal), dan sebagainya, (2)
trisakarida, yaitu sakarida yang terbentuk dari 3 molekul monosakarida, seperti
rafinosa (gal-glu-fru), (3)tetrasakarida, yaitu sakarida yang terbentuk dari 4 molekul
monosakarida seperti stakiosa (gal-gul-glu- fru), dan (4) golongan lainnya.
c. Polisakarida adalah sakarida yang terebntuk lebih dari 10 molekul monosakarida
bahkan bisa mencapai ratusan atau ribuan unit monosakarida. Beberapa polisakarida,
seperti selulosa, mempunyai rantai linear, sedangkan yang lain, seperti glikogen,
mempunyai rantai bercabang. Polisakarida yang paling banyak dijumpai, pada dunia
tanaman, yaitu pati dan selulosa, terdiri dari unit berulang D-glukosa, tetapi senyawasenyawa
ini berbeda dalam hal cara unit D-glukosa dikaitkan satu dengan yang lain.
Nama semua monosakarida dan disakarida yang umum dikenal berakhir dengan
akhiran –osa.Yang termasuk golongan poli sakarida yaitu :
- Yang dapat dicerna: glikogen, pati dan dekstrin
- Yang dapat dicerna sebagian yaitu: inulin, mannosa
- Yang tidak dapat dicerna yaitu: selulosa dan hemiselulosa.

Senin, Maret 16, 2009

PROTEIN DAN ASAM AMINO

PROTEIN DAN ASAM AMINO

Protein berasal dari kata Grika protos yang berarti pertama, yang menunjukkan bahwa zat itu menjadi dasar penghidupan. Protein adalah zat yang dibentuk oleh sel-sel hidup. Lebih dari separuh zat yang terbentuk padat di dalam jaringan manusia dan binatang mamalia terdiri atas protein, karena itu protein merupakan komponen utama dalam semua sel hidup. Jadi protein mempunyai peranan penting di dalam tubuh manusia dan binatang, sebab zat ini berfungsi menggerakkan otot-otot, protein hemoglobin yang mempunyai peranan yang menyangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh. Akibatnya protein sangat penting untuk tiap individu, karena disamping dapat berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh, juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein ikut mengatur berbagai proses tubuh, baik langsung maupun tidak dengan membentuk zat-zat pengatur proses dalam tubuh. Protein dapat mengatur keseimbangan cairan dalam jaringan dan pembuluh darah yakni dengan menimbulkan tekanan osmosa koloid yang dapat menarik cairan dari jaringan ke dalam pembuluh darah. Protein sebagai sumber kalori, juga dapat menjadi sumber gizi bila mengandung asam amino esensial yang sempurna dan cukup. Asam amino essensial ini sangat penting untuk perkembangan kecerdasan otak, karena itu perlu sekali dicukupkan pada makanan bayi dan anak-anak pra sekolah

Berikut merupakan klasifikasi protein berdasarkan beberapa cara yaitu :

1. Berdasarkan struktur susunan molekulnya, protein dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu:

a) Protein fibrilar dan scleroprotein

b) Protein globular

2. Berdasarkan tingkat kelarutan, protein dibagi menjadi 6 macam yaitu:

a) Albumin

b) Globulin

c) Glutelin

d) Prolamin

e) Histon

f) Protamin

3. Berdasarkan komponen yang terikat

a) Protein sederhana

b) Protein majemuk

Dekarboksilasi gugus karboksil

Gugus karboksil asam amino dapat terdekarboksilasi baik secara kimia maupun secara biologis sehingga terebntuk amina. Contohnya adalah pembentukan histamine dari histidin. Histamin merangsang pengaliran cairan gastrium ke usus besar dan terlibat dalam reaksi alergi.

Asam amino

Asam amino merupakan bagian struktur protein yang menentukan banyak sifat penting. Glisin merupakan asam amino pertama yang telah diisolasi dari hidrosilat protein, sedangkan treonin adalah asam amino pembentuk protein yang paling akhir dapat diisolasi, yaitu dari hidrosilat fibrin. Asam amino adalah senyawa yang mengandung gugus karboksi dan gugus amino di dalam molekulnya karena itu bersifat amfoter. Berdasarkan sifat polaritasnya gugus R (R = gugus yang terikat pada atom karbon asam amino), asam amino dibagi menjadi 4 golongan yaitu:

1) Asam amino nonpolar atau hidrofob

2) Asam amino polar tak bermuatan

3) Asam amino bermuatan positif

4) Asam amino bermuatan negative

Berikut ini adalah rumus umum dari asam amino:

Denaturasi protein

Denaturasi dapat berarti berarti suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktursekunder, tersier dam kuartener molekul protein, tanpa terjadinya pemecahan ikatan kovalen atau denaturasi dapat diartikan sebagai suatu proses pecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan vander waals, dan terbukanya atau tidaknya lipatan molekul umumnya protein yang sudah didenaturasi kelarutannya berkurang, sering mengendap dari larutan.

Secara fisika denaturasi dapat dipandang sebagai perubahan konformasi rantai polipeptida yang tidak mempengaruhi struktur primernya. Untuk protein yang terdiri dari satu rantai polipeptida bila terjadi denaturasi, maka molekulnya akan mengembang. Untuk protein oligomerik, denaturasi dapat disertai disosiasi (peruraian) protomernya tanpa membuka lipatan-lipatan selanjutnya atau dengan tanpa disertai perubahan konformasi dalam protomer. Pemekaran molekul protein yanbg terdenaturasi akan membuka gugus reaktif pada rantai polipeptida dan akan terjadi pengikatan kembali gugus reaktif yang sama atau yang hampir sama.

Denaturasi ada 2 macam yaitu :

Ø Pengembangan rantai peptida dan pemecahan protein menjadi satuan yang lebih kecil tanpa diikuti pengembangan molekul, seperti pada polipeptida.

Ø Denaturasi yang tergantung pada keadaan molekul, seperti pada bagian molekul yang tergabung dalam ikatan sekunder.

Faktor-faktor yang menyebabkan adanya proses denaturasi pada protein adalah sebagai berikut:

1) Perubahan pH, dimana perubahan pH yang ekstrim akan menyebabkan terjadinya denaturasi pada protein.

2) Pemberian asam atau alkali mineral kuat, hal ini sangat berkaitan dengan perubahan pH dimana pemberian asam atau basa kuat dapat merubah pH suatu protein sehingga dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi.

3) Pemanasan, protein dapat mengalami peristiwa denaturasi jika dipanaskan atau mancapai suhu tertentu. Misalnya albumin jika dipansakan akan mengubah sifat-sifatnya secara tidak dapat balik.

4) Pemberian logam berat (Hg, Ag atau Pb)

5) Pemberian pelarut organik, iradiasi, dan tekanan tinggi

ENZIM

Enzim merupakan unit fungsional dari mertabolisme sel. Bekerja dengan urutan-urutan yang teratur, enzim mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menguraikan molekul nutrien, reaksi yang menyimpan dan mengubah energi kimiawi, dan yang membuat makromolekul sel dari prekursor sederhana. Diantara sejumlah enzim yang berpartisipasi di dalam metabolisme, terdapat sekelompok khusus yang dikenal sebagai enzim pengatur, yang dapat mengenali berbagai isyarat metabolik dan mengubah kecepatan katalitiknya sesuai dengan isyarat yang diterima. Melalui aktivitasnya, sistem enzim terkoordinasi dengan baik, menghasilkan suatu hubungan yang harmonis di antara sejumlah aktivitas metabolik yang berbeda, yang diperlukan untuk menunjang kehidupan.

Umumnya zat yang bersifat sebagai katalis hanya mempercepat reaksi kimia, walaupun ikat dalam reaksi serta mengalami perubahan fisis selama reaksi, tetapi kembali ke keadaan semula jika reaksi selesai. Kebanyakan enzim adalah protein sederhana, biasanya terdiri dari pro enzim yang tidak aktif atau simogen dan apo-enzim. Enzim umumnya membutuhkan molekul lain sebagai suatu ko-faktor untuk memperoleh keaktifan yang sempurna. Ko-faktor ini atau ko-enzim dapat berupa unsur anorganik seperti Zn, Cu, atau berupa suatu molekul organic seperti vitamin dan turunannya. Sedangkan apo-enzim adalah bagian proteinnya.

Semua enzim murni yang telah diamati sampai saat ini adalah protein; dan aktivitas katalitiknya bergantung kepada integritas strukturnya sebagai protein. Sebagai contoh, jika suatu enzim dididihkan dengan asam kuat atau diinkubasi dengan tripsin, yaitu, perlakuan yang memotong rantai polipeptida, aktivitas katalitiknya akan hancur; hal ini memperlihatkan bahwa struktur kerangka primer protein enzim dibutuhkan untuk aktivitasnya. Selanjutnya, jika kita mengubah berlipatnya rantai protein yang khas dari suatu protein enzim utuh oleh panas, oleh perlakuan pH yang jauh menyimpang dari keadaan normal, atau oleh perlakuan dengan senyawa perusak lainnya, aktivitas katalitik enzim juga akan lenyap. Jadi, struktur primer, sekunder, dan tertier protein enzim penting bagi aktivitas katalitiknya.

Enzim merupakan senyawa yang protein yang memiliki molekul besar. Beberapa enzim hanya terdiri dari polipeptida dan tidak mengandung gugus kimia selain residu asam amino. Namun ada enzim lain memerlukan tambahan komponen untuk aktivitasnya. Komponen itu disebut kofaktor (gugus prostetik). Kofaktor dapat berupa molekul anorganik seperti ion Fe2+, Mn2+, atau Zn2+, atau berupa molekul organik kompleks (koenzim), seperti vitamin (B1, B2, B6, Niasin, dan Biotin). Koenzim tidak terpengaruh oleh pemanasan atau bersifat termostabil.

Banyak enzim terdiri atas bagian protein dan bagian lain yang bukan protein. Bagian protein enzim disebut apoenzim, bagian ini terdenaturasi oleh pemanasan. Enzim yang strukturnya sempurna dan aktif, bersama-sama dengan koenzim atau gugus logamnya disebut holoenzim.

Adapun sifat- sifat enzim adalah sebagai berikut:

1. Enzim merupakan biokatalisator

2. Enzim bekerja secara spesifik

3. Enzim berupa koloid

4. Enzim dapat bereaksi dengan substrat asam maupun basa.

5. Enzim bersifat termolabil.

Kerja enzim bersifat bolak balik

Klasifikasi enzim

Pada tahun 1964, Comission on Enzymes of the International Union of Biochemistry (CEIUB) menganjurkan suatu cara untuk mengklasifikasikan enzim, yaitu dengan nomor kode sebagai kunci dari kelompok enzim. Pembagian ini didasarkan pada reaksi-reaksi biokimia yang dikatalisisnya.

a) Oksido-reduktase, yaitu golongan enzim yang berperan dalam reaksi oksidasi, reduksi, misalnya enzim dehidrogenase, reduktase, oksidase, oksigenase, dan hidrosilase serta enzim katalase.

b) Transferase, yaitu golongan enzim yang berperan dalam reaksi pemindahan gugus tertentu misalnya perpindahan gugus metil, asetil, aldehid, keton, amin, fosfatreduktase dan sebagainya dari satu substrat ke substrat lain.

c) Hidrolase, yaitu golongan enzim yang berperan dalam reaksi hidrolisis, misalnya enzim lipase, proteinase pektinesterase, amylase, maltase, esterase, dan lain sebagainya.

d) Liase, yaitu golongan enzim yang mengkatalisis reaksi adisi atau pemecahan ikatan rangkap dua secara hidrolisis, misalnya enzim karboksilase (dekarboksilase), aldose dan hidratase.

e) Isomerase, yaitu golongan enzim yang mengkatalisis reaksi isomerasi, misalnya epimerisasi dan rasemase

f) Ligase, yaitu golongan enzim yang mengkatalisis reaksi pembentukan ikatan dengan bantuan ATP.

Mekanisme/cara kerja enzim

Salah satu ciri khas enzim adalah cara bekerjanya secara spesifik. Artinya, enzim hanya dapat bekerja pada substrat tertentu. Ada dua teori yang menjelaskan tentang cara kerja enzim yaitu sebagai berikut.

1. Lock and key theory (model gembok dan kunci).

Dikemukakan oleh Fischer (1898). Enzim diumpamakan sebagai gembok yang mempunyai bagian kecil yang dapat mengikat substrat (ibaratnya lubang pada gembok tempat memasukkan kunci). Bagian enzim yang dapat berikatan dengan substrat disebut sisi aktif. Substrat diumpamakan kunci yang dapat berikatan dengan sisi aktif enzim.D:\PicTuRes\NOKIA N73\20080504\04052008778.jpg

2. Induced fit theory (teori ketepatan induksi).

Sisi aktif enzim bersifat fleksibel sehingga dapat berubah bentuk menyesuaikan bentuk substrat.